Jakarta, AWN (26/4/2020) – “Krisis selalu memperburuk ketimpangan gender. Mengutip ucapan Penasihat Risiko Bidang Kemanusiaan dan Bencana UN Women Asia dan Pasifik, Maria Holtsberg tersebut, maka diperlukan langkah-langkah khusus dan konkret untuk menjaga perempuan dalam perang melawan pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia saat ini,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga dalam acara Webinar bertajuk Peran, Kesiapan, dan Ketahanan Perempuan dalam Perang Melawan COVID-19 yang dilaksanakan Jumat, 24 April 2020.
Menteri Bintang mengungkapkan, berdasarkan data BPS pada 2019, sebanyak 131 juta jiwa atau hampir setengah dari populasi penduduk Indonesia adalah perempuan. Data ini menggambarkan bahwa perempuan merupakan penyumbang setengah dari kekuatan sumber daya manusia bangsa ini.
“Saya ingatkan kepada seluruh perempuan Indonesia, kita memiliki kekuatan untuk memerangi COVID-19. Sebagai perempuan, kita pasti memiliki pengalaman personal terkait pandemi ini. Kita yang paling mengerti kesulitan-kesulitan yang dialami. Kita pula yang paling mengerti kekuatan diri. Untuk itu, setiap perempuan adalah advokat bagi dirinya sendiri dan bagi hak-hak perempuan secara umum,” tegas Menteri Bintang.
Menurut Menteri Bintang, saat ini, Indonesia sedang dihadapkan dengan berbagai tantangan dalam menangani pandemi COVID-19, baik di segi kesehatan, sosial maupun ekonomi perempuan. Pada segi ekonomi, banyak pekerja perempuan yang harus mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkan. Hingga 16 April 2020, ada sekitar 2.385 orang pekerja yang di PHK dan dirumahkan akibat pandemi global tersebut, sekitar 762 orang atau 31% nya adalah pekerja perempuan.
“Tantangan lain yang dihadapi, yaitu semakin sulitnya kondisi perempuan kepala keluarga dan perempuan pra-sejahtera karena usaha yang terancam akibat kehilangan distributor ataupun pasar. Bahkan, jumlah nasabah program Mekaar PT. PNM (Persero) per 4 April 2020, mengalami penurunan dari 6,4 juta menjadi 4,4 juta nasabah. Padahal banyak di antara mereka yang menjadi tulang punggung keluarga, bahkan harus menjadi kepala keluarga karena suaminya meninggal akibat pandemi ini,” jelas Menteri Bintang.
Lebih lanjut Menteri Bintang menuturkan, masalah terkait pekerja migran Indonesia (PMI) juga menjadi tantangan tersendiri. “Pada April 2020, ada sebanyak 4.144 orang PMI yang dipulangkan dari negara-negara terdampak COVID–19, dimana 83% nya merupakan perempuan. Masalah mulai timbul setelah mereka pulang ke Indonesia karena tidak semua PMI memiliki mata pencaharian,” terang Menteri Bintang.
Di samping itu, pendampingan dan pengasuhan bagi anak selama Belajar di Rumah (BdR) juga menimbulkan beban ganda, khususnya bagi perempuan sebagai ibu yang juga bekerja. Tingginya tingkat stres akibat kesulitan saat pandemi COVID-19, juga berpotensi melahirkan kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan, anak dan kelompok rentan lainnya. Sejak digaungkan kegiatan BdR di banyak daerah, dilaporkan sejak 14 Maret – 22 April 2020 terdapat 105 kasus kekerasan terhadap perempuan, dari angka ini terdapat 106 korban yang 67 diantaranya mengalami KDRT (Data SIMFONI PPA, 2020).
“Untuk menangani berbagai tantangan ini, diperlukan intervensi yang tepat sasaran dan efektif diikuti dengan kerja sama semua pihak. Untuk itu, Kemen PPPA telah melakukan koordinasi, fasilitasi, maupun advokasi kepada Gugus Tugas Penanganan Percepatan COVID-19, K/L teknis terkait, pemerintah daerah, dunia usaha, media massa maupun masyarakat dalam menjamin perlindungan terhadap perempuan dan anak pada masa pandemi ini,” tutur Menteri Bintang.
Upaya Kemen PPPA untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut, yaitu menginisiasi Gerakan Bersama Jaga Keluarga Kita (Berjarak) yang memilki 10 aksi, serta melibatkan 5 (lima) pokja yang secara intens berkoordinasi dengan Dinas PPPA di seluruh Indonesia.
“Melalui gerakan ini, kami membentuk tim relawan dari mitra jejaring yang ada, seperti Forum Anak, PUSPAGA, Fasilitator Sekolah Ramah Anak, PATBM, PUSPA, dan lain-lain. Selain itu, memberikan bantuan spesifik bagi perempuan, anak, dan kelompok rentan lainnya seperti vitamin, susu, makanan bergizi, biskuit, pembalut dan pampers yang dipilah menurut usia anak balita, anak dan remaja perempuan serta lansia,” tambah Menteri Bintang.
Selain itu, Kemen PPPA juga membangun kerjasama dengan berbagai lembaga pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, untuk mengetahui dan mendata kondisi perempuan dan anak di akar rumput, baik di bidang ekonomi, kesehatan, maupun sosial. Terkait pencegahan, Kemen PPPA telah menyusun materi edukasi tentang perlindungan perempuan dan anak maupun keluarga yang kemudian disebarluaskan melalui media sosial, serta mobil dan motor perlindungan (molin dan torlin) ke daerah di seluruh Indonesia.
“Saya meminta dukungan dan kerjasama dari semua pihak, untuk membantu Kemen PPPA dalam memberdayakan perempuan dan memenuhi hak-hak anak menghadapi pandemi ini. Mari bersama-sama kita tunjukkan rasa kemanusiaan dan semangat gotong royong yang tidak akan terkalahkan oleh apapun. Tetap berpikir positif dan semangat, semoga wabah COVID-19 segera berlalu,” pungkas Menteri Bintang.
Sementara itu, Ketua DPR RI, Puan Maharani menekankan pentingnya peran perempuan dalam perang melawan covid-19. “Sebagai perempuan, kita menyadari dan merasakan bahwa persoalan Covid-19 sudah menyentuh berbagai aspek kehidupan. Secara global, 70% dari jumlah tenaga perawat terdiri dari perempuan, mereka adalah ujung tombak penyelamat nyawa manusia,” ungkap Puan Maharani saat membuka acara Webinar yang diselenggarakan Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP-RI), Maju Perempuan Indonesia (MPI) dan Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI).
Puan menambahkan, di Indonesia, pemerintah sudah menyebutkan 60% Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang memproduksi hand sanitizer dan masker dimiliki dan dikelola kaum perempuan. Data tersebut menunjukan perempuan bukan hanya kelompok terdampak besar wabah ini, tapi juga memiliki peran besar dalam melawan Covid-19.
“Perempuan dapat dan harus berperan aktif untuk meningkatkan keberhasilan dalam menghadapi pandemi ini karena sangat bergantung pada ketahanan kesehatan keluarga dan pemenuhan gizi seimbang yang dapat dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu rumah. Pandemi ini adalah tantangan besar yang harus kita atasi dan lawan dengan usaha besar yaitu semangat kebangsaan gotong royong sesuai jati diri asli bangsa ini,” tegas Puan.
Senada dengan Puan, Kepala BNPB, Doni Monardo menuturkan, peran perempuan dalam penanganan Covid-19 begitu luar biasa. “Berdasarkan data jumlah perawat kesehatan di Indonesia, 71% di antaranya merupakan perempuan. Mereka adalah pahlawan kemanusiaan, prajurit tempur yang sangat strategis melawan Covid-19, namun jika membandingkan jumlah tenaga medis indonesia dengan negara lain, perbandingannya sangat kecil yaitu 1 : 1000 tenaga medis, begitu juga jumlah rumah sakit dan anggaran yang tersedia,” tambah Doni.
Doni sangat berharap, walaupun secara medis dokter dan perawat adalah ujung tombak, tapi semua pihak harus berpikir bahwa mereka adalah benteng terakhir dalam penanganan Covid-19. “Ada potensi lain yang dapat kita lakukan untuk mencegahnya, yaitu melalui aspek psikologis. Di sinilah peran perempuan diperlukan, bagaimana menangkap pesan ini dan menyampaikan dengan bahasa sederhana yang mudah dipahami ke keluarga dan masyarakat. Demi memastikan mereka terlindungi dan imunitas bisa terjaga dengan baik agar terhindar dari virus ini. Jika satu keluarga terlindungi, akan banyak keluarga terselamatkan,” tutup Doni.(AWN)