Next Post

Menkeu : Pemerintah Mendorong Kerja Sama Bilateral, Regional, dan Multilateral

Menteri-Keuangan-Manuela-V-Ferro

Washington DC, Amerika Serikat, AWN (19/10/2022)– Setelah rampung memimpin pertemuan FMCBG G20 terakhir paa 12-13 Oktober lalu, Menteri Keuangan dan jajaran lanjut melakukan sejumlah kegiatan pada hari kelima rangkaian pertemuan tahunan IMF – World Bank, yaitu IMF Committee Breakfast Meeting, pertemuan dengan Moody’s Anne Van Praagh dan Marie Diron, 2022 Institute of International Finance (IIF) Annual Membership Meeting (AMM), pertemuan dengan World Bank Regional Vice President for East Asia and Pacific Manuela V. Ferro dan Vice President for Human Development Mamta Murthi, pertemuan bilateral dengan Menteri Keuangan Selandia Baru Grant Robertson, pertemuan dengan Gubernur Japan Bank for International Cooperation Nobuyitsu Hayashi, pertemuan dengan Presiden Bank Pembangunan Islam (IsDB) Muhammad Sulaiman Al Jasser, pertemuan bilateral dengan Menteri Keuangan Luksemburg Laurent Backes, serta memberikan pidato penutup pada IMF Annual Roundtable of ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors (AFMGM).

Dalam agenda IMFC Breakfast, MD IMF Kristalina Georgieva dan Presiden WB David Malpass menyampaikan bahwa dunia sedang menghadapi risiko fragmentasi tahun ini dan tahun yang akan datang akibat krisis pangan, krisis energi, dan juga inflasi yang terus meningkat. Peran menteri keuangan dan gubernur bank sentral di seluruh dunia menjadi begitu vital dalam mengambil langkah-langkah serta mendesain kebijakan-kebijakan fiskal dan moneter yang mampu meredam dampak risiko fragmentasi ini. “Saat ini, kami percaya bahwa setidaknya ada empat prioritas yang harus menjadi fokus negara-negara saat ini. Pertama, memerangi tekanan inflasi sebagai akar penyebab ketidakstabilan ekonomi saat ini, memberikan bantuan fiskal yang tepat sasaran khususnya bagi kelompok rentan, terus membangun kesinambungan pertumbuhan jangka panjang yang lebih kuat melalui reformasi struktural yang komprehensif, serta penguatan semangat multilateralisme, kerja sama, dan solidaritas,” jelas Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Dalam kesempatan ini, Menkeu memastikan bahwa Indonesia akan terus menjaga dan mendesain kebijakan-kebijakan menjaga masyarakat dan mendorong denyut perekonomian.

Dalam pertemuan dengan World Bank Regional Vice President for East Asia and Pacific Manuela V. Ferro dan Vice President for Human Development Mamta Murthi, Menkeu membahas berbagai agenda penting Indonesia, di antaranya perkembangan dan prospek makroekonomi, reformasi sektor keuangan yang sedang dilakukan Indonesia melalui Rancangan Undang-Undang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan, instrument harga karbon, kesiapsiagaan pandemi dan Dana Perantara Keuangan (Financial Intermediary Fund/FIF) yang dikelola World Bank, serta sistem perlindungan sosial. Menkeu mengapresiasi berbagai dukungan yang diberikan World Bank, termasuk dalam reformasi perlindungan sosial Indonesia termasuk inisiatif baru untuk memberikan perlindungan sosial untuk mengatasi aging population. Ke depan, Pemerintah Indonesia mengharapkan kerja sama ini terus berlanjut dan menguat.   

Pada hari ini, Menkeu Sri Mulyani melakukan pertemuan bilateral dengan dua Menkeu secara terpisah, Menteri Keuangan Luksemburg Laurent Backes dan Menteri Keuangan Selandia Baru Grant Robertson. Dalam pertemuan dengan Menkeu Backs, kedua Menkeu membahas situasi geopolitik dan ekonomi saat ini, prioritas sektor keuangan, dan kerja sama keuangan berkelanjutan dalam Koalisi Menteri Keuangan untuk perubahan iklim yang saat ini diketuai bersama Indonesia dan Finlandia. Menkeu Sri Mulyani dan Menkeu Backes sepakat bahwa mitigasi perubahan iklim butuh komitmen kolektif yang kuat meski di tengah kondisi global yang tidak menentu. Kedua negara berkomitmen untuk memperkuat berkolaborasi mitigasi perubahan iklim dalam kerangka Koalisi. Sementara itu, pertemuan Menkeu Sri Mulyani dengan dengan Menkeu Robertson membahas mengenai Multilateral Development Banks (MDB) termasuk kerja sama dalam ADB, perubahan iklim dan transisi yang adil, serta Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik (Indo-Pacific Economic Framework/IPEF).

Dalam pertemuan Menkeu Sri Mulyani dengan Gubernur JBIC Nobuyitsu Hayashi, Gubernur Hayashi mengusulkan kerja sama terkait ETM Country Platform Indonesia dan Green Engagement towards Carbon Neutrality Indonesia. Menkeu menegaskan komitmen kuat Indonesia untuk menghadapi perubahan iklim dan menyambut baik mekanisme pembiayaan inovatif untuk pembiayaan perubahan iklim, termasuk pembiayaan untuk mendukung ETM. Menkeu mengapresiasi kerja sama yang kuat antara JBIC dan Indonesia dan berharap JBIC terus memberi dukungan baik berupa pembiayaan, investasi, dan konsultasi teknis untuk pembangunan proyek infrastruktur Indonesia.

Selanjutnya, Menkeu Sri Mulyani kembali bertemu dengan Presiden ISDB Muhammad Sulaiman Al Jasser setelah terakhir bertemu pada Sidang Tahunan IsDB bulan Juni lalu. Pada kesempatan ini, Menkeu dan Presiden Al Jasser membahas mengenai ETM, ketahanan pangan, kepemilikan saham Indonesia di IsDB, dan kerja sama kuat antara Indonesia dengan IsDB. Menkeu menggunakan kesempatan ini untuk meminta IsDB meningkatkan perannya terutama terkait penguatan institusional dalam pengembangan kebijakan, terutama terkait keuangan syariah.

Sebagai agenda terakhir untuk hari ini, Menkeu memberikan pidato penutup dalam pertemuan IMF-ASEAN Roundtable. Dalam forum ini, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara anggota ASEAN membahas mengenai upaya para pembuat kebijakan untuk menyeimbangkan antara menekan inflasi dan mendorong pemulihan ekonomi, ketahanan ASEAN terhadap kebijakan pengetatan moneter Amerika Serikat dan kawasan Eropa, cara menggunakan kebijakan makroprudensial untuk menghadapi kebijakan normalisasi moneter Amerika Serikat dan kawasan Eropa, dan burden sharing antara kebijakan fiskal dan moneter. Dalam intervensinya, Menkeu menyampaikan bahwa ASEAN harus terus melindungi perekonomian dari dampak negatif dinamika global. “Dalam Laporan World Economic Outlook (Oktober 2022), IMF telah merevisi turun prospek pertumbuhan ASEAN-5 pada tahun 2023 sebesar 0,2 poin persentase menjadi 4,9%. Sebagian besar negara di kawasan ini diproyeksikan tumbuh lebih lambat pada tahun 2023 dari yang diperkirakan semula karena permintaan global yang melambat. Namun, secara keseluruhan prospek wilayah ini tetap relatif lebih baik daripada banyak wilayah lainnya,” jelas Menkeu. Untuk mempertahankan pemulihan, ASEAN harus terus memprioritaskan kebijakan yang melindungi daya beli rumah tangga di tengah kenaikan harga, memberikan kepercayaan kepada sektor bisnis, dan bertujuan membangun fondasi yang lebih kuat untuk pembangunan jangka menengah dan panjang melalui reformasi struktural.(AWN)

asiawomennews

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Newsletter

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.

Recent News